Legenda Inggris Kritik Pemain Timnas
London - Para pemain Inggris dituding tidak memiliki semangat seperti saat membela klub ketika berbalut seragam The Three Lions. Hal tersebut diungkapkan oleh legenda Inggris Sir Geoff Hurst.
Liga Primer Inggris merupakan kompetisi yang bisa dikatakan paling populer di seluruh dunia. Pemain-pemain papan atas berkiprah di kompetisi yang bergulir medio awal 1990-an itu.
Dalam kurun waktu sekitar delapan tahun terakhir, sejumlah investor tertarik untuk menanamkan modalnya di klub-klub kontestan Premier League. Ini membuat tim berani menggaji pemain dengan nilai yang selangit atau memboyong pemain dengan angka transfer yang wah.
Namun gaung Premier League ternyata tak sebanding dengan prestasi tim nasionalnya. Dihitung dengan rentang waktu sejak Premier League bergulir, pencapaian tertinggi St.George Cross di turnamen besar internasional adalah semifinal.
Bahkan dalam periode itu juga terdapat cerita di mana negara yang beribukota di London itu gagal lolos ke Piala Dunia 1994 dan Piala Eropa 2008.
Untuk situasi terkini, para pemain timnas Inggris dinilai tidak memiliki semangat saat membela negaranya. Hal tersebut diungkapkan oleh Sir Geoff Hurst, salah satu pilar Inggris yang sukses mengantar tim Tiga Singa juara Piala Dunia 1966.
"Bagi pemain, klub sekarang menjadi lebih penting dibandingkan tim nasional. Orang-orang berkata kepada saya bahwa para pemain Inggris tidak memiliki kebanggaan terhadap seragam timnas yang mereka kenakan," kata Hurst dilansir dari Telegraph.
"Saya pikir mengherankan saat melihat penampilan terbaik mereka tak muncul saat membela Inggris. Jelas merupakan omong kosong bila orang mengatakan bahwa Liag Champions lebih besar dan lebih baik dari Piala Dunia. Tidak ada hal lain yang lebih baik dibanding membela Inggris, entah itu lewat cabang olahraga balap sepeda, dart, domino, atau sepakbola."
"Namun anggapan itu (mementingkan Liga Champions--red) menjadi lebih jelas ketika para pemain tak merasa bahwa membela Inggris lebih baik dari segalanya," ujar pemain yang membela Inggris tahun 1966-1972 tersebut
Dari pengamatannya, Hurst menilai bahwa ada sesuatu yang hilang dari para pemain dan tim yakni sebuah kebersamaan.
"Di tahun 1966 kami berbagi sesuatu yang spesial. Dengan menyesal saya katakan bahwa di Piala Dunia terakhir kemarin, saya tak melihat adanya sesuatu yang mendekatkan pemain untuk mencapai sesuatu bersama timnas. Tidak ada keakraban, kebersamaan, dan juga persahabatan," ujar pria yang mengantar Inggris juara Piala Dunia 1966 itu.
Hurst selanjutnya mengkritik pelatih Fabio Capello yang menurutnya kurang memahami pentingnya semangat tim.
"Spirit dalam tim adalah sesuatu yang vital. Saya pikir Fabio Capello tak mengerti soal itu. Ya memang dia pelatih yang bagus, namun dia gagal menjadi manajer di Piala Dunia kemarin," kata pria yang semasa bermain menempati posisi penyerang itu.
"Dia melakukan semuanya secara langsung. Setelah kompetisi berakhir dia boyong tim ke Austria untuk adaptasi dengan ketinggian. Namun itu terlalu cepat. Para pemain Inggris tengah dalam kondisi bosan. Dulu kami bermain kartu sehari selama 24 jam atau pergi ke bioskop. Namun pemain sekarang tidak dikondisikan untuk seperti itu," tandas pria yang pernah menjadi manajer Chelesa tahun 1979-1981 itu.
Hurst menambahkan bahwa saat ini atensi media dan publik kepada para pemain nasional juga begitu tinggi. Itu juga menyebabkan beban psikologis pemain bertambah karena tingginya ekspos terhadap mereka.
"Dulu kami berjalan dari Hendon Hall ke bioskop pada malam sebelum final. Saat itu tidak ada satu pun yang menghentikan kami, tak ada fans pemburu tandatangan, wartawan, atau fotografer. Kemudian pagi setelah final, media mengatakan: 'Inggris menang Piala Dunia, lihat halaman berikut'. Kalau sekarang, mungkin reaksinya bisa 100 kali lipat," tutup dia.
Liga Primer Inggris merupakan kompetisi yang bisa dikatakan paling populer di seluruh dunia. Pemain-pemain papan atas berkiprah di kompetisi yang bergulir medio awal 1990-an itu.
Dalam kurun waktu sekitar delapan tahun terakhir, sejumlah investor tertarik untuk menanamkan modalnya di klub-klub kontestan Premier League. Ini membuat tim berani menggaji pemain dengan nilai yang selangit atau memboyong pemain dengan angka transfer yang wah.
Namun gaung Premier League ternyata tak sebanding dengan prestasi tim nasionalnya. Dihitung dengan rentang waktu sejak Premier League bergulir, pencapaian tertinggi St.George Cross di turnamen besar internasional adalah semifinal.
Bahkan dalam periode itu juga terdapat cerita di mana negara yang beribukota di London itu gagal lolos ke Piala Dunia 1994 dan Piala Eropa 2008.
Untuk situasi terkini, para pemain timnas Inggris dinilai tidak memiliki semangat saat membela negaranya. Hal tersebut diungkapkan oleh Sir Geoff Hurst, salah satu pilar Inggris yang sukses mengantar tim Tiga Singa juara Piala Dunia 1966.
"Bagi pemain, klub sekarang menjadi lebih penting dibandingkan tim nasional. Orang-orang berkata kepada saya bahwa para pemain Inggris tidak memiliki kebanggaan terhadap seragam timnas yang mereka kenakan," kata Hurst dilansir dari Telegraph.
"Saya pikir mengherankan saat melihat penampilan terbaik mereka tak muncul saat membela Inggris. Jelas merupakan omong kosong bila orang mengatakan bahwa Liag Champions lebih besar dan lebih baik dari Piala Dunia. Tidak ada hal lain yang lebih baik dibanding membela Inggris, entah itu lewat cabang olahraga balap sepeda, dart, domino, atau sepakbola."
"Namun anggapan itu (mementingkan Liga Champions--red) menjadi lebih jelas ketika para pemain tak merasa bahwa membela Inggris lebih baik dari segalanya," ujar pemain yang membela Inggris tahun 1966-1972 tersebut
Dari pengamatannya, Hurst menilai bahwa ada sesuatu yang hilang dari para pemain dan tim yakni sebuah kebersamaan.
"Di tahun 1966 kami berbagi sesuatu yang spesial. Dengan menyesal saya katakan bahwa di Piala Dunia terakhir kemarin, saya tak melihat adanya sesuatu yang mendekatkan pemain untuk mencapai sesuatu bersama timnas. Tidak ada keakraban, kebersamaan, dan juga persahabatan," ujar pria yang mengantar Inggris juara Piala Dunia 1966 itu.
Hurst selanjutnya mengkritik pelatih Fabio Capello yang menurutnya kurang memahami pentingnya semangat tim.
"Spirit dalam tim adalah sesuatu yang vital. Saya pikir Fabio Capello tak mengerti soal itu. Ya memang dia pelatih yang bagus, namun dia gagal menjadi manajer di Piala Dunia kemarin," kata pria yang semasa bermain menempati posisi penyerang itu.
"Dia melakukan semuanya secara langsung. Setelah kompetisi berakhir dia boyong tim ke Austria untuk adaptasi dengan ketinggian. Namun itu terlalu cepat. Para pemain Inggris tengah dalam kondisi bosan. Dulu kami bermain kartu sehari selama 24 jam atau pergi ke bioskop. Namun pemain sekarang tidak dikondisikan untuk seperti itu," tandas pria yang pernah menjadi manajer Chelesa tahun 1979-1981 itu.
Hurst menambahkan bahwa saat ini atensi media dan publik kepada para pemain nasional juga begitu tinggi. Itu juga menyebabkan beban psikologis pemain bertambah karena tingginya ekspos terhadap mereka.
"Dulu kami berjalan dari Hendon Hall ke bioskop pada malam sebelum final. Saat itu tidak ada satu pun yang menghentikan kami, tak ada fans pemburu tandatangan, wartawan, atau fotografer. Kemudian pagi setelah final, media mengatakan: 'Inggris menang Piala Dunia, lihat halaman berikut'. Kalau sekarang, mungkin reaksinya bisa 100 kali lipat," tutup dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar