Dork Sevensize

Minggu, 06 Maret 2011

Harry Potter

Kreacher’s Tale (Kisah Kreacher)

 Harry bangun lebih dulu keesokan paginya, terbungkus kantung tidur di lantai ruang tamu. Langit terlihat dari celah tirai. Langit tampak biru tenang, masih antara malam dan fajar. Begitu sepi, yang terdengar hanya nafas berat dan pelan dari Ron dan Hermione yang masih tertidur. Harry menatap sosok gelap yang tertidur di sebelahnya. Ron telah bersikap ksatria dan memaksa Hermione tidur di sofa. Bayangan Hermione menutupi Ron. Tangan Hermione menggantung, dan jarinya hampir menyentuh jari Ron. Harry berpikir apakah mereka tertidur dengan saling berpegangan tangan. Bayangan itu tiba-tiba membuatnya merasa sendiri.

Harry menatap langit-langit yang gelap, ke arah lampu gantung yang dipenuhi jaring laba-laba. Kurang dari dua puluh empat jam yang lalu, ia sedang berdiri di bawah sinar matahari di depan pintu masuk tenda, menunggu para tamu untuk menunjukkan tempat duduk mereka. Sepertinya sudah lama sekali. Apa yang akan terjadi sekarang? Ia terbaring di lantai dan memikirkan Horcrux, misi yang rumit dan sulit, yang telah Dumbledore berikan… Dumbledore… 



Keberanian yang muncul sejak kematian Dumbledore mulai berubah. Tuduhan yang diberikan Muriel di pesta pernikahan telah bersarang di pikirannya dan seperti penyakit yang menginfeksi kenangan tentang penyihir yang diidolakannya. Apakah Dumbledore akan membiarkan hal itu terjadi? Apakah iaseperti Dudley yang tidak peduli selama hal itu tidak mengganggunya? Apakah ia meninggalkan saudarinya yang terpenjara dan disembunyikan? 

Harry memikirkan Godric Hollow, memikirkan makam yang tidak pernah Dumbledore ceritakan. Harry memikirkan benda misterius yang diwariskan Dumbledore tanpa penjelasan. Dan rasa marah Harry terus membesar dalam kegelapan. Mengapa Dumbledore tidak memberitahu? Mengapa Dumbledore tidak menjelaskan? Apakah Dumbledore benar-benar peduli pada Harry? Atau Harry sekadar alat yang terpoles dan terasah, tapi tidak pernah dipercaya? 

Harry tidak tahan untuk tetap terbaring dan memikirkan hal-hal pahit itu. Ia harus melakukan sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya. Ia keluar dari kantung tidurnya, mengambil tongkatnya, dan berjalan perlahan keluar ruangan. Di ujung tangga ia berbisik “Lumos,” dan pelan-pelan ia menaiki tangga diterangi cahaya dari ujung tongkatnya.

Di lantai dua ada kamar dimana ia dan Ron pernah tidur saat terakhir kali mereka kemari. Harry memandangi bagian dalam kamar itu. Pintu lemari terbuka dan seprai tertarik lepas dari tempat tidur. Harry teringat dengan tempat payung Troll yang tergeletak jatuh. Seseorang telah mengobrak-abrik tempat ini sepeninggal anggota Orde. Snape? Atau Mundungus, yang melucuti barang-barang di rumah ini baik sebelum dan sesudah kematian Sirius? Harry menatap potret yang terkadang diisi oleh Phineas Nigellus Black, kakek buyut Sirius. Tapi potret itu kosong, meninggalkan sebidang latar belakang berwarna lumpur. Phineas Nigellus tentu sedang menghabiskan malamnya di kantor kepala sekolah di Hogwarts.

Harry menaiki tangga lagi hingga di lantai teratas yang hanya diisi oleh dua pintu. Satu pintu dengan papan nama Sirius. Harry belum pernah masuk ke kamar bapak baptisnya. Harry mendorong pintu sambil mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, memperluas jangkauan cahaya dari ujung tongkatnya. 
Kamar itu luas dan, pasti sebelumnya, indah. Ada tempat tidur besar dengan kayu ukiran di bagian kepala, jendela tinggi yang ditutupi oleh tirai beludru, dan tempat lilin gantung yang tertutup debu dengan lilin yang masih tertancap di tempatnya ditemani sisa tetesan lilin yang membeku. Debu melapisi gambar yang terpasang di dinding dan di atas tempat tidur. Jaring laba-laba terbentang dari lampu gantung ke atas lemari kayu. Harry memasuki kamar itu dan terdengar suara tikus yang berlari.

Sirius remaja telah memenuhi dinding dengan berbagai poster dan potret, dan hanya sedikit warna asli dinding yang terlihat, perak keabuan. Harry yakin kalau orang tua Sirius telah gagal menghilangkan Mantra Tempel Permanen yang Sirius pasang, karena Harry yakin kalau orang tua Sirius tidak akan suka dengan selera dekorasi anak tertua mereka. Mungkin Sirius sedikit keterlaluan saat ingin menggoda orang tuanya. Ada beberapa bendera besar Gryffindor, merah dan emas, hanya untuk menunjukkan perbedaan dirinya dengan seluruh keluarga Slytherinnya. Ada banyak gambar sepeda motor Muggle dan (Harry harus mengakui keberanian Sirius) beberapa poster gadis Muggle berbikini, Harry tahu karena gambar itu tidak bergerak, tersenyum dan mata menatap menerawang diam di atas kertas. Kontras sekali dengan potret yang ada di dinding. Potret itu berisi empat siswa Hogwarts yang berjajar saling merangkul bahu kawannya, tertawa ke arah kamera.

Dengan luapan rasa senang, Harry mengenali ayahnya dari rambut hitam yang tidak bisa rapi dan mencuat di bagian yang sama dengan rambut Harry, juga memakai kacamata. Di sebelahnya, Sirius, sangat tampan, wajah arogannya begitu muda dan lebih bahagia daripada yang pernah Harry lihat. Di sebelah kanan Sirius berdiri Pettigrew, lebih pendek, gemuk, dengan mata berair, penuh rasa senang karena bisa bergabung dalam kelompok paling keren, bersama biang onar paling dikagumi, James dan Sirius. Di sebelah kiri James ada Lupin, yang terlihat lusuh, tapi dalam keadaan yang sama gembira dan terkejutnya karena bisa bergabung… dan Harry tahu alasannya. Harry mencoba melepasnya dari dinding, potret itu menjadi miliknya sekarang – Sirius telah mewariskan segalanya – tapi bahkan menggesernya pun Harry tidak bisa. Sirius telah melakukan segalanya untuk mencegah orang tuanya mendekor ulang kamarnya.

Harry memandang lantai. Langit di luar semakin terang, seberkas cahaya menerangi kertas-kertas, buku-buku, dan benda-benda kecil lain yang berserakan di karpet. Jelas kalau kamar Sirius juga sudah digeledah, walau sepertinya barang-barangnya dianggap tidak berharga. Beberapa buku telah ditarik begitu kasar sehingga hampir terlepas dari sampulnya, dan halaman-halaman buku itu tersebar di lantai. 
Harry membungkuk untuk mengambil beberapa lembar kertas dan memeriksanya. Harry mengenali salah satunya sebagai bagian dari edisi lama Sejarah Sihir yang ditulis oleh Bathilda Bagshot, dan yang kedua adalah manual perawatan sepeda motor. Dan yang ketiga adalah kertas kusut dengan tulisan tangan. Harry merapikannya. 

Dear Padfoot, 
Terima kasih banyak untuk hadiah ulang tahun Harry! Itu adalah hadiah favoritnya. Masih berusia satu tahun tapi sudah terbang ke mana-mana dengan sapu terbang mainannya. Dia begitu senang memainkannya. Aku sertakan foto agar kau bisa melihatnya sendiri. Kau tahu kalau sapu itu hanya melayang satu meter dari tanah, tapi Harry hampir membunuh kucing kami dan memecahkan vas mengerikan yang Petunia berikan sebagai kado Natal (tidak ada yang mengeluh). Tentu saja James menganggapnya lucu, selalu berkata bahwa Harry akan menjadi pemain Quidditch hebat. Tapi kami harus menyimpan semua pajangan dan tidak boleh lengah mengawasi Harry saat dia di atas sapu.

Kami mengadakan pesta ulang tahun kecil, hanya kami dan Bathilda yang selalu baik pada kami dan begitu menyayangi Harry. Sayang sekali kau tidak bisa datang, tapi Orde lebih penting. Lagipula Harry masih terlalu muda untuk tahu ulang tahunnya! James merasa sedikit tertekan bersembunyi di sini, walau dia berusaha menyembunyikan perasaannya tapi aku tahu – apalagi Dumbledore masih meminjam Jubah Gaibnya. Tak ada kesempatan untuknya berjalan-jalan. Jika kau bisa mengunjungi kami, James pasti akan senang. Wormy datang minggu lalu, dia kelihatan sedih, mungkin karena berita McKinnon. Aku sendiri menangis semalam begitu mendengar beritanya.

Bathilda sering mengunjungi kami. Dia seorang wanita tua yang mengagumkan, yang selalu bercerita betapa luar biasanya Dumbledore. Aku penasaran, apakah Dumbledore akan senang kalau tahu. Jujur, aku tidak tahu apa aku harus percaya atau tidak. Karena rasanya tidak dapat dipercaya kalau Dumbledore

Tubuh Harry terasa kebas. Ia berdiri kaku memegangi kertas itu dalam jari-jarinya yang gemetar. Sementara di dalam dirinya muncul letupan rasa senang yang mengalir di seluruh pembuluh darahnya. Perlahan Harry berjalan menuju tempat tidur dan duduk. 

Harry membaca surat itu sekali lagi, tapi ia tidak mendapatkan apapun lebih dari saat membacanya untuk pertama kali tadi, lalu ia memandangi tulisan tangan itu. Ibunya menuliskan huruf 'g' yang sama seperti dirinya. Harry memperhatikan huruf perhuruf tulisan di surat itu dan semakin ia merasa akrab dengannya. Surat itu merupakan harta berharga. Sebuah bukti bahwa Lily pernah hidup, benar-benar hidup. Bukti bahwa tangan hangatnya pernah bergerak di atas perkamen ini, menggoreskan tinta ke dalam huruf dan kata. Kata-kata tentang Harry, anaknya.

Harry cepat-cepat mengusap matanya yang basah dan membaca ulang surat itu. Kali ini lebih berkonsentrasi pada isinya. Rasanya seperti mendengarkan dari suara yang pernah diingatnya.

Mereka memelihara kucing… mungkin kucing itu mati, seperti orang tuanya, di Godric Hollow… atau pergi karena tidak ada yang memberinya makan... Sirius memberi sapu pertama Harry… orang tuanya mengenal Bathilda Bagshot. Apakah Dumbledore yang memperkenalkan mereka? Dumbledore masih meminjam Jubah Gaibnya… ada yang aneh…

Harry berhenti dan memikirkan kata-kata ibunya. Mengapa Dumbledore meminjam Jubah Gaib James? Harry masih mengingat jelas saat sang kepala sekolah memberitahunya, bertahun-tahun yang lalu, “Aku tidak butuh Jubah untuk menjadi tidak terlihat.” Mungkinkah ada anggota Orde yang membutuhkannya dan Dumbledore menjadi perantaranya? Harry melanjutkan.

Wormy datang… Pettigrew, si pengkhianat, yang terlihat “sedih”. Benarkah? Apa ia peduli bahwa ia sedang menemui Lily dan James dalam keadaan hidup untuk terkahir kali?

Lalu Bathilda lagi, yang menceritakan betapa hebatnya Dumbledore, rasanya tidak dapat dipercaya kalau Dumbledore...

Kalau Dumbledore apa? Begitu banyak kemungkinan yang tidak dapat dipercaya yang dapat terjadi pada Dumbledore. Mendapatkan nilai terendah dalam pelajaran Transfigurasi, misalnya. Atau tiba-tiba memiliki ketertarikan khusus pada kambing seperti Aberforth.

Harry berdiri dan mencari-cari di lantai, mungkin lanjutan suratnya ada di sana. Harry mengambil kertas-kertas itu dan menikmati mencarinya. Lalu ia meniru penggeledah sebelumnya, menarik laci-laci, mencari di dalam buku, berdiri di atas kursi agar bisa menjangkau bagian atas lemari, dan merangkak ke bawah tempat tidur dan kursi.

Akhirnya, Harry berbaring di lantai dan menemukan sepotong kertas yang tersobek, terselip di bagian bawah laci. Saat Harry menariknya, ia tahu bahwa itu adalah foto yang dimaksudkan Lily. Bayi berambut hitam di atas sapu kecil, terbang keluar masuk foto, tertawa senang, dan sepasang kaki, yang pasti milik James, mengejarnya. Harry menyimpan foto dan surat Lily dalam kantungnya, dan melanjutkan mencari lembar kedua.

Setelah lima belas menit mencari, Harry terpaksa harus menyimpulkan bahwa sisa surat ibunya tidak ada. Apakah sisa surat itu hilang begitu saja setelah enam belas tahun, atau telah diambil oleh seseorang yang telah menggeledah kamar ini? Harry membaca lembar pertama surat itu lagi, kali ini mencoba mencari petunjuk yang mungkin menunjukkan isi lembar kedua. Sapu terbang mainannya mungkin akan menjadi petunjuk menarik bagi Pelahap Maut… petunjuk paling potensial hanyalah tentang Dumbledore. Rasanya tidak dapat dipercaya kalau Dumbledore – apa?

“Harry? Harry! Harry!”

“Aku di sini!” jawab Harry. “Ada apa?”

Terdengar derap kaki di luar dan Hermione memasuki ruangan.

“Kami bangun dan tak tahu kau ada di mana!” kata Hermione yang kehabisan nafas. Hermione menoleh dan berteriak, “Ron! Aku sudah menemukannya!”

Terdengar suara Ron menjawab dan menggema dari lantai bawah. 

“Bagus! Katakan padanya kalau dia kurang ajar!”

“Harry, tolong jangan menghilang begitu saja! Kami khawatir! Lagipula mengapa kau naik ke kamar ini?” Hermione memandangi kamar yang berantakan. “Apa yang kau lakukan?”

“Lihat apa yang baru saja kutemukan.”

Harry mengacungkan surat ibunya. Hermione mengambil dan membacanya sementara Harry memperhatikan. Saat Hermione selesai membaca, ia menatap Harry.

“Oh, Harry…” 

“Dan ini.” 

Harry menyodorkan foto sobek dan Hermione tersenyum saat melihat seorang bayi yang terbang keluar masuk foto di atas sapu mainan.

“Aku sudah mencari sisa suratnya,” kata Harry, “Tapi tidak ada.” 

Hermione memandangi ke sekeliling ruangan. 

“Apakah kau yang membuat ruangan ini berantakan, atau memang sudah seperti ini sebelum kau kemari?” 

“Seseorang sudah mengobrak-abrik dan sedang mencari sesuatu sebelumnya,” kata Harry.

“Sudah kuduga. Setiap ruangan yang aku masuki juga berantakan. Menurutmu apa yang mereka cari?”

“Informasi tentang Orde, bila itu Snape.”

“Tapi dia sudah mendapatkan semuanya, maksudku, dia ada dalam Orde, kan?” 

“Kalau begitu,” kata Harry yang ingin terus mendiskusikan teori ini, “bagaimana kalau informasi tentang Dumbledore? Yang ada dalam lembar kedua surat ini. Kau pasti mengenal Bathilda yang ibuku sebutkan.”

“Siapa?”

“Bathilda Bagshot, penulis…”

“Sejarah Sihir,” kata Hermione yang mulai tertarik. “Jadi orang tuamu mengenalnya? Bathilda adalah seorang sejarahwan sihir yang luar biasa.”

“Dan dia masih hidup,” kata Harry, “dan dia tinggal di Godric Hollow. Bibi Muriel berbicara tentangnya di pesta pernikahan. Dia juga berbicara tentang keluarga Dumbledore. Topik yang menarik, kan?.” 

Hermione tersenyum mengerti akan apa yang Harry maksudkan. Harry mengambil surat dan foto itu, lalu memasukkannya ke dalam kantung yang menggantung melingkar di lehernya, sehingga ia tidak perlu menatap Hermione, lalu ia berpaling.

“Aku mengerti mengapa kau senang berbicara dengan Muriel tentang ayah dan ibumu, juga Dumbledore,” kata Hermione. “Tapi itu tidak begitu membantu kita untuk menemukan Horcrux, kan?” Harry tidak menjawab dan Hermione langsung melanjutkan, “Harry, aku tahu kau ingin pergi ke Godric Hollow, tapi aku takut… aku takut bagaimana mudahnya para Pelahap Maut menemukan kita seperti kemarin. Dan hal itu yang makin membuatku ingin menghindari tempat orang tuamu dimakamkan, aku yakin mereka berharap kau akan pergi ke sana.” 

“Bukan itu,” kata Harry yang masih menghindar untuk menatap Hermione. “Muriel mengatakan sesuatu tentang Dumbledore di pesta pernikahan. Dan aku ingin kebenaran…” 

Harry memberitahu Hermione semua yang Muriel ceritakan. Saat Harry selesai, Hermione berkata, “Tentu, aku mengerti mengapa kau kecewa, Harry…”

“Aku tidak kecewa,” kata Harry berbohong, “aku hanya ingin tahu apakah cerita itu benar atau…”

“Harry, apa kau pikir kau bisa mendapatkan kebenaran dari wanita tua kejam seperti Muriel atau Rita Skeeter? Bagaimana bisa kau percaya pada mereka? Kau kenal Dumbledore!”

“Aku pikir aku kenal,” gumam Harry.

“Tapi kau tahu berapa banyak kebenaran yang Rita tulis tentangmu! Doge benar, bagaimana mungkin kau biarkan orang-orang seperti mereka merusak kenanganmu tentang Dumbledore?”

Harry memandang ke arah lain, mencoba untuk tidak mengingkari amarah yang ia rasakan. Hal itu lagi, memilih yang kita percaya. Harry menginginkan kebenaran. Mengapa setiap orang ingin agar Harry tidak mengetahui kebenaran?

“Lebih baik kita turun ke dapur,” usul Hermione setelah jeda beberapa saat. “Kita harus mencari sarapan.”

Harry setuju walau enggan, lalu mengikuti Hermione keluar dan melewati pintu kamar kedua. Di pintu terdapat goresan yang cukup dalam di bawah sebuah tanda yang tidak Harry sadari saat keadaan gelap tadi. Harry berhenti di ujung tangga untuk membacanya. Sebuah tanda larangan kecil yang ditulis dengan tulisan tangan yang rapi. Tanda larangan seperti yang Percy Weasley gantung di depan pintu kamarnya. 
Dilarang Masuk 
Tanpa Izin Langsung Dari 
Regulus Arcturus Black

Rasa senang memenuhi darah Harry, walau ia sendiri tidak tahu mengapa. Ia membaca tanda larangan itu sekali lagi. Hermione sudah ada di tangga di lantai bawah.

“Hermione,” kata Harry, dan ia begitu terkejut karena suaranya begitu tenang. “Kembalilah ke atas.” 

“Ada apa?”

“R.A.B. kurasa aku menemukannya.”

Terdengar suara terkejut dan Hermione berlari kembali ke atas.

“Dalam surat ibumu? Tapi aku tidak melihat…”

Harry menggelengkan kepalanya, lalu menunjuk tanda larangan milik Regulus. Hermione membacanya, lalu menggamit tangan Harry dan berkedip-kedip tidak percaya.

“Adik Sirius?” bisik Hermione.

“Dia seorang Pelahap Maut,” kata Harry, “Sirius menceritakannya padaku. Dia menjadi Pelahap Maut dalam usia yang sangat muda lalu ketakutan dengan apa yang akan dia lakukan sebagai Pelahap Maut dan ingin keluar – jadi mereka membunuhnya.”

“Pas sekali!” pekik Hermione. “Kalau dia seorang Pelahap Maut, dia punya akses ke Voldemort, dan saat dia sadar, dia ingin menjatuhkan Voldemort!”

Hermione melepaskan pegangannya, berjalan ke arah pegangan tangga, dan berteriak, “Ron! RON! Cepat naik!”

Ron muncul, terengah-engah, beberapa menit kemudian, dengan tongkat siap di tangan. 

“Ada apa? Kalau laba-laba raksasa lagi, aku ingin sarapan sebelum...” 

Ron berdiri membeku menatap tanda larangan yang ditunjuk oleh Hermione. 

“Apa? Ini kamar adik Sirius, kan? Regulus Arcturus… Regulus… R.A.B.! Liontin – apa kau pikir?”

“Ayo cari tahu,” kata Harry. Harry mendorong pintu, tapi terkunci. Hermione mengarahkan tongkatnya ke pegangan pintu dan berkata, “Alohomora.” Terdengar suara click dan pintu terbuka.

Mereka masuk bersamaan dan memandang sekeliling. Kamar tidur Regulus lebih kecil daripada kamar Sirius, tapi memiliki kemegahan yang sama. Sementara Sirius menekankan betapa berbedanya dirinya dengan anggota keluarganya, Regulus bersikap sebaliknya. Warna Slytherin yang perak dan hijau memenuhi ruangan, menutupi tempat tidur, dinding, dan jendela. Logo keluarga Black dilukis dengan begitu teliti di atas kepala tempat tidur, lengkap dengan moto mereka, TOUJOURS PUR. Di bawahnya tertempel potongan koran yang sudah menguning yang membentuk sebuah kolase yang tidak teratur. Hermione berjalan melintasi ruangan untuk melihatnya.

“Semuanya tentang Voldemort,” kata Hermione. “Sepertinya Regulus telah menjadi fans Voldemort selama bertahun-tahun sebelum dia bergabung menjadi Pelahap Maut.”

Debu beterbangan dari tempat tidur saat Hermione duduk di atasnya untuk membaca kliping-kliping itu. Sementara Harry, menemukan foto lain, tim Quidditch Hogwarts yang sedang tersenyum dan melambaikan tangan mereka. Harry mendekat dan melihat lambang ular menghiasi dada mereka. Slytherin. Regulus mudah sekali dikenali, seorang anak yang duduk di tengah di barisan depan, dia memiliki rambut hitam dan wajah arogan yang sama seperti kakaknya, walau ia lebih pendek, kurus, dan tidak setampan Sirius.

“Dia seorang Seeker,” kata Harry.

“Apa?” kata Hermione tidak jelas, karena ia masih membenamkan diri dalam kliping tentang Voldemort.

“Dia duduk di tengah di barisan depan, itu tempat Seeker… sudahlah,” kata Harry, menyadari bahwa tidak seorang pun mendengarkan. Ron sedang membungkuk mencoba mencari sesuatu di bawah lemari. Harry melihat berkeliling mencoba mencari tempat untuk menyembunyikan sesuatu. Tapi sepertinya sudah ada yang menggeledah tempat ini sebelum mereka. Isi laci berantakan, debu-debu sudah tersentuh, tapi tidak ada yang berharga di sana, hanya pena bulu tua, buku pelajaran tua yang sudah diperlakukan kasar, sebotol tinta yang baru saja dipecahkan yang isinya sudah mengental menutupi sebagian isi laci.

“Ada cara yang lebih mudah,” kata Hermione saat Harry mengelap jarinya yang terkena tinta ke celana jeansnya. Hermione mengangkat tongkatnya dan berkata, “Accio Liontin!”

Tidak terjadi sesuatu. Ron yang sedang mencari di lipatan tirai, terlihat kecewa.

“Jadi sekarang sudah jelas, kan? Benda itu tidak ada di sini?”

“Oh, bisa saja masih di sini, tapi dilindungi oleh kontra-mantera,” kata Hermione. “Mantera yang mencegah agar sesuatu tidak dapat dipanggil dengan sihir.”

“Seperti yang Voldemort lakukan pada baskom batu di gua,” kata Harry, mengingat saat ia tidak bisa memanggil Liontin palsu.

“Bagaimana cara kita menemukannya kalau begitu?” tanya Ron.

“Kita cari secara manual,” kata Hermione.

“Ide bagus,” kata Ron sambil memutar matanya, lalu melanjutkan memeriksa tirai.

Mereka menyisir tiap senti ruangan itu selama lebih dari satu jam, tapi akhirnya, dengan terpaksa, mereka harus menyimpulkan bahwa Liontin itu tidak ada di sana.

Matahari sudah benar-benar terbit sekarang. Cahayanya bahkan tetap menyilaukan walau sudah ditahan oleh jendela suram yang berdebu.

“Tetap saja ada kemungkinan liontin itu disembunyikan di rumah ini,” kata Hermione berharap, saat berjalan menuruni tangga. Saat Harry dan Ron mulai kehilangan semangat, Hermione malah semakin tertarik. “Entah apakah dia berhasil menghancurkannya atau tidak, dia pasti ingin menyembunyikannya dari Voldemort, kan? Ingat semua hal buruk yang terjadi saat kita kemari terakhir kali? Jam yang menyemburkan baut-bautnya pada tiap orang dan jubah-jubah tua yang mencoba mencekik Ron. Mungkin saja Regulus yang menyiapkannya untuk melindungi tempat persembunyian liontin itu, walau kita tidak menyadarinya saat… saat…” 

Harry dan Ron menatap Hermione. Satu kaki Hermione melayang di antara anak tangga, tatapannya seperti orang yang baru terkena Mantra Ingatan, matanya menjadi tidak fokus.

“… saat itu,” Hermione menyelesaikan kalimatnya dalam bisikan. 

“Ada yang salah?” tanya Ron.

“Ada di lemari kaca di ruang tamu. Tidak ada yang bisa membukanya. Dan kita… kita…”

Harry merasa ada sebuah bata yang memaksa masuk ke dalam dada dan perutnya. Harry ingat, ia bahkan sempat memegangnya saat setiap orang mencoba untuk membukanya. Lalu liontin itu dibuang ke karung sampah, bersamaan dengan sekotak bubuk Wartcap dan kotak musik yang membuat setiap orang mengantuk…

“Kreacher menyelinapkan banyak barang dari kita,” kata Harry. Hanya itu satu-satunya harapan yang ada, harapan tipis yang mereka miliki, ysng tidak akan mereka lepaskan. “Dia menyembunyikan semua barang-barang itu di lemarinya di dapur. Ayo!” 

Harry berlari menuruni tangga dengan melompati dua-dua anak tangga sekaligus, Ron dan Hermione juga berlari di belakangnya. Keramaian yang mereka buat bahkan membangunkan potret ibu Sirius saat mereka melewati ruang tengah.

“Kotoran! Darah Lumpur! Sampah!” ibu Sirius meneriaki mereka saat mereka berlari menuju dapur di lantai dasar dan menutup pintu di belakang mereka.

Harry berlari menyebrangi ruangan. Tergelincir sedikit saat mencoba berhenti di depan lemari Kreacher dan Harry membukanya. Terdapat sebuah sarang kotor yang di atasnya terdapat selimut tua yang pernah digunakan si peri rumah untuk tidur, tapi tidak ada lagi barang-barang atau perhiasan-perhiasan kecil yang Kreacher selamatkan. Satu-satunya yang tersisa hanyalah buku Alam Kebangsawanan: Silsilah Para Penyihir. Menolak untuk mempercayai penglihatannya, Harry menarik selimut itu dan mengoyang-goyangkannya. Seekor tikus mati jatuh dan terlempar ke atas lantai. Ron mengerang dan menjatuhkan diri ke atas kursi, dan Hermione menutup matanya.

“Belum selesai,” kata Harry, ia lalu meninggikan suaranya dan memanggil, “Kreacher!”

Terdengar suara crack keras dan si peri rumah yang Harry warisi dari Sirius muncul begitu saja di depan perapian yang kosong dan dingin. Bertubuh hanya separuh tinggi manusia, kurus, kulitnya yang berkeriput, dan banyak rambut putih yang mencuat dari telinganya yang berbentuk saperti sayap kelelawar. Ia masih memakai kain kotor yang sama saat mereka pertama kali bertemu, dan dengan tatapan menghina ia menunduk pada Harry untuk menunjukkan sikap santunnya pada sang majikan.

“Tuan,” kata Kreacher dengan suaranya yang seperti kodok, dan ia membungkuk dalam-dalam, lalu menggumam pada lututnya, “kembali ke rumah Nyonya bersama Weasley si Darah Pengkhianatdan si Darah Lumpur…”

“Aku melarangmu untuk menyebut seseorang dengan “Darah Pengkhianat” atau “Darah Lumpur”,” geram Harry. Kreacher, dengan hidung yang seperti moncong babi dan mata merahnya, bukanlah makhluk menggemaskan dan mudah disukai, bahkan bila si peri rumah tidak mengkhianati Sirius demi Voldemort.

“Aku punya beberapa pertanyaan untukmu,” kata Harry, jantungnya berdetak cukup kencang saat ia melihat si peri rumah, “dan aku menyuruhmu untuk menjawabnya dengan jujur. Mengerti?”

“Ya, Tuan,” kata Kreacher sambil membungkuk lebih dalam. Harry melihat bibir Kreacher bergerak-gerak tanpa suara, jelas ia mengucapkan hinaan yang Harry larang. 

“Dua tahun lalu,” kata Harry, jantungnya berdetak kencang hingga terasa memenuhi rusuknya, “ada sebuah liontin emas di ruang tamu. Kami membuangnya. Apa kau mengambilnya?”

Terjadi kebungkaman sesaat, lalu Kreacher mengangkat wajahnya dan menatap wajah Harry. Lalu ia berkata, “Ya.”

“Di mana liontin itu sekarang?” tanya Harry yang merasa senang, Ron dan Hermione pun tampak lega. 

Kreacher menutup matanya seakan ia tidak sanggup untuk melihat reaksi mereka saat mendengar jawabannya.

“Hilang.” 

“Hilang?” suara Harry menggema, rasa senang itu langsung menguap. “Apa maksudmu, liontin itu hilang?”

Peri rumah itu gemetar.

“Kreacher,” kata Harry tajam, “aku menyuruhmu untuk…”

“Mundungus Fletcher,” teriak si peri rumah, matanya masih tertutup rapat. “Mundungus Fletcher mencuri segalanya. Potret nona Bella dan nona Cissy, sarung tangan nyonya, piala Order of Merlin, Tingkat Pertama, dengan logo keluarga, dan, dan…” 
Kreacher terengah-engah mencari udara. Dadanya kembang kempis, bergerak cepat, lalu matanya membuka dan ia berteriak-teriak. 
“… dan liontin, liontin Tuan Regulus, Kreacher melakukan kesalahan, Kreacher tidak melaksanakan perintah!”

Harry bereaksi dengan instingnya, saat Kreacher menyerbu tongkat besi yang bersandar di perapian, Harry langsung meloncat menindih Kreacher. Teriakan Hermione bercampur dengan teriakan Kreacher, tapi Harry berteriak lebih keras, “Kreacher, aku menyuruhmu untuk tetap diam!”

Harry merasa si peri rumah membeku dan ia melepaskannya. Kreacher terbaring di lantai batu yang dingin, air mata mengalir dari matanya yang cekung.

“Harry, biarkan dia berdiri!” bisik Hermione.

“Agar dia bisa memukuli dirinya sendiri dengan tongkat besi itu?” dengus Harry, berlutut di samping si peri rumah. “Tidak. Baiklah, Kreacher, aku ingin kebenaran. Bagaimana kau tahu Mundungus Fletcher mencuri liontin itu?”

“Kreacher melihat dia!” isak si peri rumah, air matanya masih mengalir melewati hidungnya dan mulutnya yang penuh dengan gigi yang keabuan. “Kreacher melihat dia keluar dari lemari Kreacher dengan tangan dipenuhi harta Kreacher. Kreacher menyuruh pencuri itu untuk berhenti, tapi Mundungus Fletcher tertawa dan l-lari…”

“Kau bilang “liontin Tuan Regulus”,” kata Harry. “Mengapa? Dari mana asalnya? Apa yang harus Regulus lakukan dengannya? Kreacher, duduklah dan ceritakan semua yang kau tahu tentang liontin itu, dan semua yang harus Regulus lakukan dengannya.”

Peri rumah itu duduk dan meringkuk seperti bola, meletakkan wajahnya di antara kedua lututnya dan mulai bergerak maju mundur. Saat ia berbicara, suaranya mendengung, tapi cukup jelas didengar dalam dapur yang sepi dan bergema.

“Tuan Sirius melarikan diri, sebuah pembersihan yang bagus, karena dia anak nakal dan menyakiti hati Nyonya dengan cara rendah. Tapi Tuan Regulus adalah kebanggaan. Beliau tahu bagaimana menjaga nama keluarga Black dan martabat darah murni. Bertahun-tahun beliau bercerita tentang Pangeran Kegelapan, yang akan membawa para penyihir keluar dan dapat menguasai Muggle dan kelahiran Muggle... dan saat beliau berusia enam belas tahun, Tuan Regulus bergabung dengan Pangeran Kegelapan. Sebuah kebanggaan, begitu bangga, begitu senang dapat mengabdi…

Lalu suatu hari, setahun setelah beliau bergabung, TuanRegulus datang ke dapur untuk menemui Kreacher. Tuan Regulus selalu menyayangi Kreacher. Dan Tuan Regulus berkata… beliau berkata…”

Peri rumah tua itu bergerak lebih cepat. 
“…beliau berkata bahwa Pangeran Kegelapan membutuhkan peri rumah.”

“Voldemort butuh peri rumah?” ulang Harry, menoleh pada Ron dan Hermione, yang juga sama bingungnya.

“Oh, ya,” desah Kreacher. “Dan Tuan Regulus menawarkan Kreacher. Sebuah kehormatan, kata Tuan Regulus, sebuah kehormatan untuk beliau, dan untuk Kreacher, yang harus melakukan semua yang Pangeran Kegelapan perintahkan… lalu k-kembali ke rumah.”

Gerakan Kreacher semakin keras, begitu pula isakannya. 
“Lalu Kreacher menemui Pangeran Kegelapan. Pangeran Kegelapan tidak memberitahu apa yang akan dilakukan, hanya membawa Kreacher ke sebuah gua di pinggir laut. Dan di dalam gua terdapat sebuah gua yang lebih besar, dan di dalamnya terdapat sebuah danau hitam…”

Rambut yang ada di leher Harry merinding. Suara Kreacher membentuk sebuah gambaran jelas tentang air yang gelap itu. Harry bahkan dapat membayangkan begitu jelas dalam pikirannya apa yang terjadi, seakan ia melihatnya sendiri.

“… ada sebuah perahu…”

Tentu ada sebuah perahu. Harry ingat perahu itu, kecil, berwarna hijau pudar, dan telah disihir agar hanya dapat membawa seorang penyihir dan seorang korban menuju pulau kecil tepat di tengahnya. Jadi begini, bagaimana Voldemort menguji pertahanan untuk Horcrux miliknya. Dengan meminjam makhluk yang tidak berharga, peri rumah.

“Sebuah b-baskom terisi penuh oleh cairan, yang ada di pulau. P-Pangeran Kegelapan menyuruh Kreacher untuk meminumnya…” 
Tubuh peri rumah itu bergetar hebat.

“Kreacher meminumnya. Dan saat meminumnya, Kreacher melihat hal-hal buruk… perut Kreacher terasa terbakar… Kreacher menangis pada Tuan Regulus untuk menyelamatkannya, Kreacher pada Nyonya Black, tapi Pangeran Kegelapan hanya tertawa… dia menyuruh Kreacher meminum semuanya… lalu dia meletakkan liontin dalam baskom… memenuhinya lagi dengan cairan itu.
“Lalu Pangeran Kegelapan berlayar kembali, meninggalkan Kreacher di pulau…”

Harry masih dapat melihat bayangan bagaimana hal itu terjadi. Ia dapat melihat wajah pucat yang seperti ular milik Voldemort menghilang di kegelapan, mata merahnya melihat tanpa ampun, meninggalkan si peri rumah dengan mayat yang akan muncul, saat si peri rumah merasa begitu kehausan karena cairan yang membakar yang meminumnya… tapi, imajinasi Harry tidak dapat melanjutkan, karena ia tidak tahu bagaimana Kreacher bisa lolos.

“Kreacher butuh air. Kreacher merangkak ke pinggir pulau dan minum dari danau hitam… dan tangan, tangan mayat, keluar dari air dan menarik Kreacher ke dalam danau…” 

“Bagaimana kau bisa melarikan diri?” tanya Harry, ia tidak kaget mendengar dirinya sendiri berbisik.

Kreacher mengangkat wajah jeleknya dan melihat Harry dengan mata besarnya yang memerah.

“Tuan Regulus menyuruh Kreacher pulang,” kata Kreacher.

“Aku tahu – tapi bagaimana kau bisa lolos dari Inferi?”

Kreacher tidak mengerti.

“Tuan Regulus menyuruh Kreacher pulang,” ulang Kreacher.

“Aku tahu, tapi…” 

“Jelas sekali, kan, Harry?” kata Ron. “Dia ber-Disapparate!”

“Tapi kau tidak bisa ber-Apparate keluar masuk gua itu,” kata Harry, “karena Dumbledore…” 

“Sihir peri tidak seperti sihir para penyihir, kan?” kata Ron.
“Maksudku, mereka bisa ber-Apparate dan ber-Disapparate keluar masuk Hogwarts sementara kita tidak.”

Ada kebungkaman saat Harry mencerna kata-kata Ron. Bagaimana mungkin Voldemort membuat kesalahan? Tapi saat Harry memikirkannya, Hermione berkata, dan suaranya begitu dingin.

“Tentu, Voldemort tentu telah mempertimbangkan pemakaian peri rumah, seperti semua darah murni lain yang memperlakukan mereka seperti binatang… tapi dia tidak tahu kalau peri rumah punya sihir yang tidak dia miliki.”

“Hukum tertinggi peri rumah adalah perintah majikan,” tekan Kreacher. “Kreacher dipanggil pulang, jadi Kreacher pulang.”

“Kalau begitu kau melakukan apa yang diperintahkan, kan?” kata Hermione berbaik hati. “Kau tidak melanggar perintah sama sekali!” 

Kreacher menggelengkan kepalanya dan bergerak lebih cepat lagi.

“Lalu apa yang terjadi setelah kau kembali?” tanya Harry. “Apa yang Regulus katakan setelah kau menceritakan apa yang terjadi?” 

“Tuan Regulus menjadi cemas, sangat cemas,” kata Kreacher. “Tuan Regulus menyuruh Kreacher untuk bersembunyi dan tidak meninggalkan rumah. Lalu... suatu malam… Tuan Regulus datang untuk menemui Kreacher dalam lemari, dan tuan Regulus tampak aneh, tidak seperti biasanya, menurut Kreacher pikirannya terganggu… dan beliau meminta Kreacher mengantarnya ke gua, gua di mana Kreacher pergi bersama Pangeran Kegelapan…”

Harry dapat membayangkan dengan jelas, rasa ketakutan si peri rumah tua dan seorang Seeker kurus berambut gelap yang begitu mirip dengan Sirius… Kreacher tahu bagaimana membuka pintu masuk yang tersembunyi menuju gua yang lebih besar, tahu bagaimana menggunakan perahu kecil itu, lalu berlayar bersama master Regulus yang disayanginya menuju pulau dan baskom berisi racun itu…

“Dan Regulus menyuruh untuk meminum cairan itu?” kata Harry muak.

Kreacher menggelengkan kepalanya dan menangis. Tangan Hermione naik menutupi mulutnya, sepertinya ia memahami sesuatu.

“T-Tuan Regulus mengeluarkan liotin dari kantungnya, liontin yang mirip seperti liontin milik Pangeran Kegelapan,” air mata Kreacher mengalir di kedua sisi hidungnya. “Dan beliau menyuruh Kreacher untuk mengambil liontin. Begitu baskom itu kosong, Kreacher harus menukarnya.”

Isakan Kreacher semakin menjadi. Harry harus berkonsentrasi tinggi untuk mengerti.

“Dan beliau menyuruh – Kreacher pergi – meninggalkan beliau. Beliau menyuruh Kreacher pulang – dan tidak boleh bilang pada Nyonya – apa yang beliau lakukan – dan harus menghancurkan – liontin asli. Dan beliau minum – semua cairan itu – dan Kreacher menukar liontin itu – dan melihat… saat Tuan Regulus… ditarik ke dalam danau… dan…”

“Oh, Kreacher!” ratap Hermione yang juga menangis. Hermione berlutut di sebelah si peri rumah dan berusaha untuk memeluknya. Tiba-tiba Kreacher berdiri, menjauh dari Hermione, jelas menolak untuk dipeluk.

“Si Darah Lumpur menyentuh Kreacher, tidak boleh, apa kata nyonya?”

“Sudah kubilang kau tidak boleh menyebut Hermione “Darah Lumpur”!” geram Harry, tapi si peri rumah sudah menghukum dirinya sendiri. ia menghantamkan dahinya ke lantai.

“Suruh dia berhenti – suruh dia berhenti!” teriak Hermione. “Oh, tidak bisakah kau melihat betapa dia harus menurut padamu?”

“Kreacher – berhenti, berhenti!” teriak Harry.

Si peri rumah terbaring di lantai, terengah-engah, dan gemetaran. Lendir hijau keluar dari hidungnya, memar muncul di mana ia menghantamnya tadi, dan matanya bengkak, merah, dan dipenuhi air mata. Harry tidak pernah melihat seuatu yang semenyedihkan ini.

“Jadi kau membawa liontin itu ke rumah,” kata Harry tetap ingin mengetahui keseluruhan cerita. “Dan kau berusaha untuk menghancurkannya?” 

“Kreacher bahkan tidak dapat menggoresnya,” erang si peri rumah. “Kreacher mencoba semua, semuanya yang ia tahu, tapi tidak berhasil, tidak ada yang berhasil… begitu banyak sihir yang melindungi. Kreacher yakin untuk menghancurkannya, liontin itu harus dibuka, tapi tidak bisa terbuka… Kreacher menghukum dirinya sendiri, lalu mencoba lagi, menghukum dirinya sendiri, lalu mencoba lagi. Kreacher gagal memenuhi perintah, Kreacher tidak dapat menghancurkan liontin itu! Dan Nyonya begitu marah dan bersedih karena Tuan Regulus menghilang, dan Kreacher tidak dapat bercerita apa yang terjadi, tidak, karena Tuan Regulus telah m-melarang Kreacher memberitahu k-keluarga apa yang terjadi di g-gua…” 
Isakan Kreacher semakin keras sehingga kata-kata yang keluar tidak lagi jelas. Air mata Hermione mengalir di pipinya saat ia melihat Kreacher, tapi Hermione tidak berani untuk menyentuhnya lagi. Bahkan Ron yang tidak menyukai Kreacher, terlihat kasihan. Harry duduk di atas tumitnya dan menggelengkasn kepala, mencoba menarik kesimpulan.

“Aku tidak mengerti, Kreacher,” kata Harry. “Voldemort mencoba membunuhmu, Regulus mati karena ingin menjatuhkan Voldemort, tapi kau masih dengan senang hati mengkhianati Sirius demi Voldemort? Dengan senang hati kau mendatangi Narcissa dan Bellatrix dan memberikan informasi pada Voldemort melalui mereka…” 

“Harry, Kreacher tidak berpikir seperti itu,” kata Hermione yang sedang menghapus air mata dengan punggung tangannya. “Dia itu budak, peri rumah terbiasa diperlakukan buruk, bahkan kejam. Dan yang Voldemort lakukan padanya hanyalah suatu hal yang biasa. Apa artinya perang antarpenyihir untuk peri rumah seperti Kreacher? Dia setia pada orang yang baik padanya, dan nyonya Black pasti baik padanya, begitu pula Regulus. Jadi Kreacher melayani mereka dengan tulus dan meniru apa yang mereka percaya. Aku tahu apa yang akan kau katakan,” lanjut Hermione saat Harry akan memprotes, “kalau regulus berubah pikiran… tapi sepertinya dia tidak menjelaskannya pada Kreacher. Dan aku pikir aku tahu mengapa. Kreacher dan keluarga Black akan lebih aman dalam garis kedarah-murnian mereka. Regulus hanya berusaha untuk menyelamatkan mereka semua.”

“Sirius…” 

“Sirius tidak suka pada Kreacher, Harry, dan kau tahu itu. Kreacher sudah sendirian dalam waktu yang lama saat Sirius kembali untuk tinggal di rumah ini, dan mungkin Kreacher haus akan kasih sayang. Aku yakin 'Nona Cissy' dan 'Nona Bella' cukup menyenangkan bagi Kreacher, jadi ia mencoba menyenangkan hati mereka dan memberitahu apa yang mereka inginkan. Sudah kukatakan bahwa para penyihir akan membayar apa yang mereka lakukan pada peri rumah. Voldemort… dan juga Sirius…” 

Harry tidak membalas. Saat Harry melihat Kreacher yang terisak di lantai, ia ingat apa yang Dumbledore katakan padanya, beberapa jam setelah kematian Sirius, kurasa Sirius tidak menganggap Kreacher sebagai makhluk yang punya perasaan seperti manusia…

“Kreacher,” kata Harry, setelah beberapa saat, “saat kau sudah lebih baik, er… duduklah.”

Beberapa menit kemudian Kreacher berhenti dari isakannya dan terdiam. Lalu memaksa dirinya untuk kembali ke posisi duduk sambil menggosok-gosok jarinya ke matanya seperti anak kecil.

“Kreacher, aku ingin kau, kalau kau mau, pergi dan mencari Mundungus Fletcher. Kami harus tahu di mana liontin itu – liontin Tuan Regulus. Ini penting. Kami ingin menyelesaikan apa yang Tuan Regulus lakukan, kami ingin – er – memastikan bahwa ia tidak mati sia-sia.”

Kreacher menjatuhkan kepalan tangannya dan menatap Harry.

“Menemukan Mundungus Fletcher?” kata Kreacher. 

“Dan membawanya kemari, ke Grimmauld Place,” kata Harry. “Apakah kau bisa melakukannya untuk kami?”

Kreacher mengangguk dan berdiri, tiba-tiba Harry mendapat sebuah ide. Ia mengeluarkan kantung pemberian Hagrid dan mengambil Horcrux palsu, liontin pengganti dengan catatan dari Regulus untuk Voldemort di dalamnya. 

“Kreacher, aku, er, ingin kau memiliki ini,” kata Harry sambil menyodorkan liontin itu pada tangan si peri rumah. “Liontin ini milik Regulus dan aku yakin ia ingin kau memilikinya sebagai tanda terima kasih karena kau sudah…” 

“Jangan berlebihan, sobat,” kata Ron. Lalu si peri rumah menatapi liontin itu dan darinya keluar suara lolongan keterkejutan dan kesedihan, dan kembali melemparkan dirinya ke lantai. 

Butuh tiga puluh menit untuk menenangkan Kreacher, yang begitu senang karena telah dihadiahi dengan peninggalan keluarga Black, dan ia mencoba berdiri dengan lutut lemahnya. Setelah akhirnya Kreacher mampu melangkah, mereka membantu Kreacher untuk kembali ke lemarinya, melihatnya meletakkan liontin itu di atas selimut kotornya, dan meyakinkan bahwa mereka akan melindungi liontin itu selama Kreacher pergi. Lalu Kreacher membungkuk rendah pada Harry dan Ron, dan bahkan mengejang aneh ke arah Hermione sebagai bentuk penghormatan, sebelum akhirnya ia ber-Disapparate dengan suara crack keras seperti biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar